Sabtu, 16 Oktober 2010

Kawasan Pemukiman Jadi Tempat Usaha, Lalu Lintas Semrawut

Alih fungsi rumah tinggal menjadi tempat usaha bakal menambah beban lingkungan. Jika dibiarkan, potensi terjadinya gangguan Jadi besar. Seperti ancaman kesemrawutan lalu lintas atau kemacetan, termakannya luas ruang terbuka hijau dan ketidaknyamanan warga.
"STOP pelanggaran tataruang. Jangan sampai pelanggaran menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kenyamanan warga," ujar ahli tata ruang Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Dia menjelaskan, tujuan utama desain rencana tata ruang wilayah adalah memberikan lingkungan nyaman bagi semua. Kemudian, atas dasar desain itu dibangunlah berbagai infrastuktur penunjang seperti jalan raya. Tentunya, pembangunan jalan disesuaikan dengan beban lingkungan. Jika beban yang diemban jalan berlebih, kekacauan pun sulit dihindarkan.
Kawasan Kemang, Jakarta Selatan misalnya. Kemang sampai saat ini ditetapkan sebagai kawasan pemukiman. Namun kenyataan di lapangan, mayoritas rumah tinggal beralih menjadi tempat usaha. Lantaran infrastruktur tidak mendukung, sepanjang hari kemacetan tidak terhindarkan. Sekali pun kawasan yang didominasi restoran ini dilakukan rekayasa lalulintas satu arah.
"Sulit menjadikan kawasan beralih fungsi menjadi nyaman. Walaupun berbagai rekayasa dilakukan untuk memperbaiki kondisi," tambahnya.Sebaiknya, imbau Yayat, pemutihan atau legalisasi terhadap pelanggaran tata ruang jangan dilakukan. Sebab, hal ini hanya memberikan rasa ketidakadilan bagi warga Jakarta. Apalagi, jika penolakan muncul dari warga sekitar.
Maka peluang terjadinya konflik horisontal pun kian terbuka.Menurut Yayat, yang mesti dilakukan Pemprov saat ini adalah pembenahan dan penegakan aturan. Jika ditemukan ada pelanggaran, sebaiknya dilakukan tindakan tegas. "Pengusaha pasti tahu peruntukan suatu wilayah. Kalau masih memaksa membangun usaha di wilayah yang tidak sesuai peruntukan, sudah sepantasnya ditindak," tukasnya.
Meski begitu. Pemprov tetap harus melibatkan dan sosialisasi terhadap pengusaha terkait rencana tata ruang. Supaya kepentingan mereka bisa diakomodir. Dan yang lebih penting lagi pengusaha memiliki pengetahuan kawasan mana yang legal untuk membuka usaha. "Melibatkan serta melakukan sosialisasi terhadap pengusaha mau tidak mau harus dilakukan," tegasnya.
Seperti diketahui, Pemprov tengah gencar melakukan penyegelan terhadap bangunan yang beralih fungsi dan tidak sesuai peruntukan. Seperti di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, bulan ini, puluhan tempat usaha yang dinilai melanggar peruntukan dan tata ruang di Jakarta Selatan kembali ditertibkan. Misalnya di Jalan Prapanca, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Zainudin mengatakan, dia mendukung langkah Pemprov melakukan penegakan hukum terkait pelanggaran tata ruang. Pasalnya, pelanggaran tersebut dirasakan sangat mengganggu kepentingan banyak pihak. Di kawasan Kemang dan Jalan Antasari misalnya, pelanggaran tata ruang menimbulkan kemacetan akut.
"Pembangunan infrastruktur suatu kawasan pasti berdasarkan perencanaan matang. Tidak boleh diubah begitu saja. Karena infrastruktur pasti tidak mendukungnya. Di Kemang contohnya, kemacetan selalu terjadi, walaupun diberlakukan lalu lintas satu arah," pungkasnya. MRA

http://bataviase.co.id/node/88703

1 komentar:

  1. Jakarta, Aktual.com — Permasalahan Ibukota Jakarta seperti kemacetan, kesemrautan, dan rendahnya kesadaran tertib lalu lintas masyarakat yang menyebabkan terjadinya kecelakaan merupakan pemadangan yang kerap terjadi. Tak hanya itu kondisi angkutan umum pun masih jauh dari harapan.

    Ketua Presidium Indonesia Traffic Watch (ITW), Edison Siahaan mengatakan bahwa dengan kondisi dan keadaan tersebut namun pemerintah terkesan melakukan pembiaran.

    “Anehnya, meskipun kemacetan lalu lintas sudah sangat serius, karena sudah menghambat aktivitas dan kreatifitas masyarakat, namun pemerintah sepertinya menjadikannya hal yang biasa,” katanya, Sabtu (8/8).

    Lalu Lintas Jakarta ‘Semrawut’, ITW: Kinerja Pemprov DKI Tidak Maksimal

    BalasHapus